|
Delegasi Indonesia kenakan busana tradisional di Sidang Dewan HAM PBB (Viva.co.id) |
Pembohongan PM Vanuatu, Moana Carcasses, dlm sidang Dewan HAM PBB ke-25 soal pelanggaran HAM di Papua, akhirnya menampar muka sendiri.
* Minsera.Blogspot.com * Selasa, 4 Maret 2014 Perdana Menteri Vanuatu, Moana Carcasses Katokai Kalosil menyampaikan pidatonya di hadapan sidang Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-25 di Jenewa, Swiss, Dari situs resmi United Nation, fokus dari pidato PM Vanuatu ini terdiri dari dua hal penting. Pertama, tentang masalah hak masyarakat adat di negaranya dan kedua berkaitan dengan pelanggaran hak asasi manusia di Papua.
“Negara saya dalam forum ini hendak menggemakan apa yang menjadi keprihatinan atas situasi hak asasi manusia di Tanah Papua. Kami sangat prihatin tentang cara dan sikap komunitas internasional yang mengabaikan suara orang Papua, yang hak asasinya telah diinjak-injak dan secara keras ditekan sejak tahun 1969,” ujarnya.
Menurutnya, dalam suasana ketakutan dan penindasan protes politik, dan pengabaian masyarakat internasional secara terang-terangan termasuk PBB dan negara-negara berkuasa sejak 1969, senyatanya ras yang terlupakan ini masih berani mendambakan persamaan dan keadilan. Namun demikian negara-negara demokratis tetap bungkam seribu bahasa.
“Tuan Ketua, sebagai warga Melanesia, saya datang kemari untuk menyerukan adanya tindakan segera. Ketidakadilan di Tanah Papua adalah ancaman atas prinsip keadilan dimanapun di dunia,” tegasnya.
PM Vanuatu mendesak agar akses harus diberikan kepada ahli-ahli hak asasi manusia PBB, wartawan internasional and LSM internasional untuk mengunjungi Papua.
“Tuan Ketua, sebagai penutup, pemerintahan saya berkeyakinan bahwa tantangan hak asasi manusia di Papua harus dibawa kembali ke dalam agenda PBB. Saya menyerukan agar Dewan HAM PBB mempertimbangkan untuk mensahkan resolusi mengenai keadaan hak asasi manusia di Papua. Mandat sebaiknya mencakup penyelidikan atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Papua dan memberikan saran bagi penyelesaian politik secara damai di Papua. Hal sedemikian akan membantu upaya Presiden Yudhoyono dalam mengupayakan dialog untuk Papua,” pungkasnya.
Hak Jawab Pemerintah Indonesia
Sementara itu, Delegasi Pemerintah Republik Indonesia pada kesempatan itu menggunakan hak jawab atas pernyataan yang dibuat oleh Vanuatu. Pemerintah Republik Indonesia secara tegas menolak pernyataan yang berkaitan dengan apa yang disebut ‘masalah Papua’ yang disajikan oleh Perdana Menteri Vanuatu.
Pernyataan Carcasses itu dinilai menyedihkan, dan mencerminkan kurangnya pengetahuannya atas fakta-fakta utama mengenai peran PBB dalam sejarah dan posisi masyarakat internasional pada umumnya mengenai keadaan Indonesia dewasa ini, terutama mengenai perkembangan terkini di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Vanuatu Manfaatkan Isu Papua bukan untuk Kepentinan orang Papua
Delegasi Indonesia menemukan sejumlah fakta politik yang terjadi di Vanuatu. Perseteruan para elit politik di negara penuh konflik itu menyebabkan perdana menteri dan kabinetnya dalam lima tahun terakhir telah berganti 9 kali.
“Kami terlalu paham atas dinamika politik dalam negeri Vanuatu yang memainkan peran dalam mengangkat apa yang disebut ‘masalah Papua’ di berbagai forum, khususnya PBB. Seperti jelas terungkap dalam pernyataan yang dibuat oleh Kantor Perdana Menteri Sato Kilman pada Mei 2012 dan diterbitkan oleh Vanuatu Daily Post pada 22 Mei 2012 yang antara lain menyatakan: di Vanuatu, masalah Papua telah dipolitisir dan digunakan oleh berbagai partai politik dan gerakan politik bukan untuk kepentingan orang Papua tetapi lebih untuk pemilu dan propaganda politik,” kata delegasi Indonesia.
Vanuatu prime ministers since 2008
|
Edward Natapei | September 22, 2008 – November 27, 2009 |
Serge Vohor | November 27, 2009 – December 5, 2009 |
Edward Natapei | December 5, 2009 – December 2, 2010 |
Sato Kilman | December 2, 2010 – April 24, 2011 |
Serge Vohor | April 24, 2011 – May 13, 2011 |
Sato Kilman | May 13, 2011 – June 16, 2011 |
Edward Natapei | June 16, 2011 – June 26, 2011 (acting) |
Sato Kilman | June 26, 2011 – March 23, 2013 |
Moana Carcasses | March 23, 2013 - |
Sumber: ABCnews
Carcasses sendiri nyaris terguling dari kursi PM Vanuatu pekan lalu akibat gerakan mosi tidak percaya dari kelompok oposisi di parlemen. Namun ia bisa lolos dari lubang jarum setelah berhasil membalikkan komposisi 27:24 suara parlemen (oposisi versus pemerintah) dengan cara menukarkan tiga kursi kabinet untuk kelompok oposisi. Satu dari tiga anggota kelompok oposisi yang membelot (konon akan menjadi menteri olahraga dan pemuda) mengaku, ia terpaksa berkhianat karena ingin menstabilkan situasi politik di negeri itu.
Dengan tingkat konflik seperti digambarkan di atas, menjadi jelas bagi kita untuk membaca kepentingan politik Carcasses mengangkat isu HAM Papua itu di forum PBB. Carcasses membutuhkan dukungan politik dari komunitas Papua di Vanuatu. Selama ini Carcasses sudah berbuat banyak bagi tokoh-tokohnya seperti Richard H Jouweni, Andy Ayamiseba dll. Ia memfasilitasi tokoh-tokoh ini dengan kegiatan dagang dengan keuntungan berlimpah untuk membiayai organisasi WPNCL (West Papua National Coalition for Liberation) yang bermarkas di Port Villa dimana Jouweni sebagai ketuanya. Tahun lalu Carcasses gagal “memaksa” forum kerjasama ekonomi pasifik selatan, MSG (Melanesian Spearhead Group) menerima WPNCL menjadi salah satu anggotanya. Dan di forum PBB kali ini, Carcasses kembali ingin menarik simpati orang Papua demi ambisi politiknya di Vanuatu.
Bertentangan dengan hasil kunjungan Delegasi MSG
Pemerintah Indonesia juga menilai bahwa pernyataan Carcasses jelas-jelas bertentangan dengan hasil kunjungan tingkat tinggi delegasi MSG yang mewakili komunitas Melanesia, ke Jakarta dan Papua tgl. 11-16 Januari 2014. Dalam kunjungan setingkat menteri ini hadir delegasi Fiji, Papua Niugini, Kepulauan Solomon dan perwakilan dari Kaledonia Baru juga perwakilan tinggi MSG.
‘Mereka mengadakan kunjungan langsung ke Provinsi Papua dan memperoleh informasi dari tangan pertama. Pernyataan resmi yang dihasilkan dari kunjungan ini menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia dan anggota-anggota MSG bertekad bulat untuk memperat kerjasama dan memajukan hubungan kerjasama ke depan,” tegas delegasi Indonesia.
Lebih buruk lagi, pernyataannya juga bertentangan dengan keinginan pemerintah Vanuatu sendiri dalam kaitan dengan kerjasama dengan Indonesia seperti tercermin dalam Perjanjian Kerjasama Bilateral tahun 2011. Perjanjian ini memuat kerangka hukum bagi dua negara untuk saling menghormati kedaulatan masing-masing, kesatuan dan keutuhan wilayah dan prinsip tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing.
“Tuan Ketua, karena itu, Indonesia tidak akan terkecoh oleh pernyataan semacam itu. Kami akan terus melanjutkan agenda demokrasi kami, termasuk memajukan dan menghormati hak asasi manusia seluruh warganya,” tegas delegasi Indonesia.
“Pada saat yang sama, kami juga akan mendorong upaya memajukan kerjasama persahabatan dengan Pemerintah dan rakyat Vanuatu berdasarkan prinsip-prinsip yang mengatur hubungan antara negara atas dasar sikap persahabaan. Niat baik ini telah kami tunjukkan dalam paparan rekomendasi kepada Vanuatu saat terjadi pembahasan UPR Vanuatu Januari lalu,” sambungnya.
“Akhirnya, Tuan Ketua, kami hendak meminta Anda supaya pernyataan ini dicatat sebagai dokumen dan arsip resmi dari Dewan HAM,” pungkasnya. [***]