Saturday, 1 February 2014

Lapan Surveillance Aircraft Mampu Pantau Wilayah Indonesia.


* Minsera.Blogspot.com * Tangerang  Kini, Indonesia memiliki Pesawat Pengamat Wilayah. Lapan bekerja sama dengan Universitas Berlin, Jerman, berhasil mengembangkan pesawat pengamat yakni Lapan Surveillance Aircraft (PK-LSA01). Pesawat ini menjadi bagian pemanfaatan untuk kepentingan memotret wilayah di Indonesia. Selasa (28/1), Kepala Lapan, Bambang S. Tejasukmana meresmikan Pesawat LSA di Balai Besar Kalibrasi Fasilitas Penerbangan (BBKFP) Ditjen Perhubungan Udara, Curug, Tangerang.

Program pesawat LSA ini merupakan bagian dari program utama Pusat Teknologi Penerbangan (Pustekbang) Lapan. Selain LSA, Pustekbang juga memiliki program pengembangan pesawat tanpa awak (Lapan Surveillance UAV – LSU) dan program pengembangan pesawat transport nasional (N-219).

Pesawat LSA memiliki beberapa misi yakni akurasi citra satelit, verifikasi dan validasi citra satelit, monitoring produksi pertanian, aerial photogrammetry, pemantauan, pemetaan banjir, deteksi kebakaran, search and rescue (SAR), pemantauan perbatasan dan kehutanan, serta pemetaan tata kota.

Misi pesawat LSA ini dapat memperkuat sistem pemantauan nasional. Indonesia yang berpulau ini sangat memerlukan sistem pemantauan wilayah. Selain menggunakan teknologi satelit, diperlukan pula sistem pemantauan yang lebih impresif dengan menggunakan pesawat terbang. LSA tersebut sekaligus memperkuat penguasaan teknologi terbaru pesawat terbang.

Pesawat LSA ini juga mampu mengakurasikan data dari foto citra satelit dengan resolusi tinggi yang telah digabung dengan satelit-satelit lain, dan mampu konfirmasi ulang langsung di lapangan secara acak. Dengan kemampuan terbang non-stop selama 6-8 jam, jangkauan tempuh 1.300 kilometer, dan dapat membawa muatan hingga 160 kg, LSA ini berpotensi untuk melakukan patroli sistem kelautan di Indonesia.

Dalam peresmian LSA, Kepala Lapan menargetkan selama lima tahun ke depan, pesawat ini dapat memiliki fungsi autonomous. Menurut ia, keuntungan sistem autonomous selain dapat bermanuver secara otomatis, kualitas dalam menjalankan misi surveillance dapat lebih presisi, efisien, dan efektif. “Dalam skema prosesnya, awalnya pesawat ini masih dikendalikan oleh pilot untuk lepas landas dan mendarat. Dan setelah mengudara, sistem autonomous ini akan aktif sehingga tidak memerlukan kendali dari pilot. Namun, jika ada hal yang tingkat urgensitasnya tinggi, pilot dapat mengintervensi,” ujarnya.

Abbott: Pelanggaran Disebabkan Angin




* Minsera.Blogspot.com * Canberra, Perdana Menteri Australia, Tony Abbot, mengatakan, kapal perbatasan Australia memasuki perairan Indonesia karena terganggu angin atau air pasang. Abbot menjawab pertanyaan wartawan, Selasa (28/1), tentang bagaimana mungkin angkatan laut profesional sebagai pelindung perbatasan tidak mengetahui posisi perbatasan maritim dengan tetangga regional.

Pemerintah Abbot membuat jaminan ulang bahwa publik Australia akan menghormati perbatasan maritim Indonesia seperti mengintensifkan usaha mengembalikan kapal pencari suaka ke Jawa sebagai bagian kebijakan operasi perbatasan.

Abbot mengatakan pemerintah telah meminta maaf kepada Jakarta atas pelanggaran, dan permintaan maaf telah diterima. Menurutnya, operasi laut sangat kompleks dan bahkan para elite profesional dapat membuat kesalahan.

“Di laut lepas segala macam terjadi. Ada angin, ada pasang surut, ada hal-hal lain. Mereka fokus kepada hal-hal itu,” jelasnya, diberitakan Guardian.

Insiden bisa terjadi karena teknologi dan ketrampilan para personel yang terlibat. Dia menyodorkan teori dan analoginya.

“Saya tidak memiliki apa pun, kecuali menghormati profesionalisme personel angkatan laut. Untuk profesionalitas, bahkan orang-orang paling berpengalaman pada pekerjaan mereka kadang-kadang membuat kesalahan,” papar Abbot.

Ia menganalogikan pemain kriket yang menjatuhkan tangkapan dan pemain sepakbola yang kadang-kadang kehilangan tackle. Mereka menyesal.

“Beberapa kali kesalahan dibuat, tapi tidak akan terjadi lagi,” janji Abbot.

Abott menekankan keberhasilan kebijakan kontroversial menghentikan kapal pencari suaka dari pencapaian tujuan yang Australia capai.

“Kami telah sepenuhnya menerapkan kebijakan yang kami katakan akan menerapkannya sebelum Pemilu. Kami pikir, sudah hampir 40 hari tak ada perahu suaka ke Australia. Itulah poin penting di sini,” pungkasnya.

Kapal Australia telah membuat membuat pelanggaran perbatasan wilayah ke perairan Indonesia. Situasi yang menyulut ketegangan diplomatik dan strategis serta mendorong Indonesia untuk membuat pernyataan publik atas pelanggaran wilayah.

Kepabean dan Pertahanan Australiatelah meluncurkan penyelidikan atas insiden yang terjadi awal Desember hingga Januari. Tidak jelas apakah temuan akan diumumkan atau tidak.

Sumber : Jurnal Maritim