Monday, 1 April 2013
PT DI Tawarkan Pesawat C212 ke Myanmar
Jakarta • PT Dirgantara Indonesia berencana
menawarkan pesawat Casa 212 (C-212) ke
Myanmar dalam kunjungan 15 BUMN ke
negara itu awal bulan April. "Jumlahnya
belum ditentukan (karena) masih ada
kendala," kata Direktur Utama PT DI Budi
Santoso dalam pesan singkat singkat kepada
Tempo, Sabtu, 30 Maret 2013. "Nanti yang
akan menawarkan ke Myanmar itu dari
Direktur Marketing kami."
Kendala yang dimaksud adalah masalah
komponen. "(Di sana) masih ada masalah
embargo untuk komponen Amerika seperti
engine dan avionic," katanya. Meski begitu
PT DI tetap akan berusaha menawarkan
pesawatnya. "Saya dengar Amerika juga
menawarkan produk mereka."
Sebanyak 15 BUMN akan pergi ke Myanmar
guna menjajaki peluang kerjasama dan bisnis.
Deputi Bidang Usaha Jasa Kementerian Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) Gatot Trihargo
mengatakan para delegasi akan ditemani oleh
Menteri Kordinator Perekonomian Hatta
Rajasa dan Menteri BUMN Dahlan Iskan.
Budi menyebutkan beberapa BUMN yang ikut
antara lain: PT Pertamina (Persero), PT PLN
(Persero), PT Timah (Persero), PT Garuda
Maintenance Facilities (GMF), PT Bukit
Asam (Persero), Perum Bulog, PT Bank BNI
(Persero) Tbk, PT Pupuk indonesia, PT
Semen Indonesia (Persero) Tbk, PT
Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk, PT
WIKA (Persero) Tbk.
"Pertemuan nanti lebih banyak G to G
(pertemuan antar pemerintah). Bank Negara
Indonesia (BNI) nantinya sebagai koordinator
bank lokal. Dan kami akan membuat kantor
yang dikoordinasi BNI, Wika, dan
Pertamina," katanya.
Casa C-212 Aviocar adalah pesawat
berukuran sedang bermesin turboprop yang
dirancang dan diproduksi di Spanyol untuk
kegunaan sipil dan militer. Pesawat ini telah
diproduksi di PT. Dirgantara Indonesia,
sebagai satu-satunya perusahaan pesawat
pemegang lisensi di luar pabrik produsen
utamanya. Pada bulan Januari 2008, EADS
CASA memutuskan memindahkan seluruh
fasilitas produksi C-212 ke PT. Dirgantara
Indonesia di Bandung.
India akan Upgrade Pesawat Tempur Mirage 2000
4/01/2013 09:10:00 am
No comments
India
membeli pesawat tempur Mirage-2000 dengan harga Rs 133 crore (24,5 juta
dolar AS) per unit pada tahun 2000, sedangkan biaya upgrade untuk
pesawat ini pada tahun 2011 adalah Rs167 crore (30 juta dolar AS) per
unit, Menteri Pertahanan India AK Antony mengatakan beberapa waktu lalu.
Dalam pernyataan tertulisnya di media India setempat Lok Sabha, Antony
mengatakan: "Harga kontrak terakhir untuk setiap pesawat Mirage-2000
pada tahun 2000 adalah Rs 133 crore. Kontrak untuk upgrade yang
ditandatangani pada tahun 2011 adalah Rs 167 crore per unit."
"Dengan menerapkan eskalasi 3,5 persen per tahun sesuai dengan Pricing
Policy Review Committee, bila dihitung dari tahun 2000, biayanya akan
menjadi Rs 195 crore pada tahun 2011. Dengan demikian, upgrade hanya
memakan 85 persen dari biaya sesungguhnya," Antony menjelaskan.
Program upgrade ini juga mencakup radar target canggih multimode,
rekonfigurasi kaca kokpit dan avionik canggih, sistem peperangan
elektronik dan kemampuan untuk meluncurkan rudal canggih saat ini,
Antony mengatakan.
Angkatan Udara India membeli 49 Mirage 2000
dari Prancis pada 1980-an yang terdiri dari 42 Mirage 200 kursi tunggal
dan 7 Mirage 2000 kursi ganda. Pada tahun 2004, pemerintah India juga
menyetujui pembelian lebih dari 10 Mirage 2000Hs, yang fitur avioniknya
telah ditingkatkan, khusunya pada radar.
Berbicara tentang
penyebaran dari pesawat Airborne Warning and Control System (AWACS), ia
mengatakan bahwa AWACS India ini sebagai kekuatan pengganda untuk
melindungi area spesifik saja, bukan untuk mengawasi seluruh ruang udara
India.
"Tiga pesawat AWACS saat ini sudah dioperasikan oleh
IAF (Angkatan Udara India). AWACS dimaksudkan sebagai pengganda kekuatan
untuk menutupi daerah spesifik dan bukan untuk pengawasan seluruh ruang
udara negara kita," kata Antony.
Ketiga AWACS India ini adalah
bagian dari operasi Network Centric dan dapat memberikan nilai
pertahanan yang memadai di daerah dimana ia dioperasikan, kata Antony.
Mengenai langkah yang diambil pemerintah India untuk mendapatkan lebih
banyak pesawat intai jarak jauh, Antony mengatakan, "Peningkatan
pengawasan udara dan komando dan kontrol pada Angkatan Udara India akan
dicapai dengan pengadaan AWACS lebih banyak lagi (tambahan)"
Dia juga menyatakan bahwa Komite Kabinet Keamanan (CCS) pada bulan lalu
telah menyetujui usulan pembanguan pesawat AWACS sendiri oleh Organisasi
Pengembangan dan Penelitian Pertahanan (DRDO) India.
CIS AGL 40: Pelontar Granat Otomatis Andalan Rantis TNI
Untuk
segmen senjata serbu yang dioperasikan perorangan, bisa dibilang AGL-40
tidak hanya mematikan, tapi sekaligus mampu menghancurkan target lawan
secara masif. Inilah kebisaan yang ditawarkan dari pelontar granat
otomatis alias AGL (automatic grenade launcher) 40.
Kelebihan senjata ini tak lain karena pengoperasiannya yang praktis tetapi punya daya hancur yang lumayan dahsyat. Jenis amunisinya pun unik, berbentuk mirip ‘deodorant,’ granet kaliber 40 mm ini juga dapat dilontarkan dalam platform senjata serbu seperti M-16 A1/A2. M-16 biasa ditambahkan pelontar granat M203 single shot weapon yang baru digunakan US Army pada awal 1970. M203 efektif memberikan daya deteren kepada musuh. Serupa dengan M-16, bahkan senapan serbu SS-1juga punya varian SS-1 SPG-1A yang dibekali pelontar granat 40 mm. Baik M-16 dan SS-1 merupakan senapan serbu kaliber 5,6 mm standar TNI.
Kembali ke CIS 40 AGL, pelontar granat otomatis ini punya kemampuan meluncurkan proyetil sejauh 2.200 meter. Dengan pola linked belt, AGL ini dapat memuntahkan antara 350 hingga 500 granat per menit. Bisa kebayang, bagaimana sasaran yang bisa dihancurkan, pastinya sangat luar biasa daya rusaknya. Proyetil granat ini pun meluncur cukup cepat ke target, yakni 242 meter per detik. Karena kinerjanya yang tinggi, dalam operasi pertempuran laras bisa sangat cepat panas. Sesuai petunjuk dari produsennnya, untuk keamanan maka setiap 10.000 kali tembakan laras harus diganti.
Dalam penggunaanya, CIS AGL 40 biasanya memakain cartridge box yang berisi 32 butir amunisi. Dengan Tipe amunisi CIS AGL 40 terbagi dua, yaitu high velocity dan low velocity. Sedangkan untuk hulu ledak tersedia dengan pilihan HE (high explosive), HEDP (high explosive dual purpose), flare, thermobaric, target practice, infra red illumination, dan non lethal. Yang terakhir non lethal bisa difungsikan sepeti granat asap dalam pembubaran demonstrasi. Sementara bicara soal daya hancur, dengan hulu ledak HE dampak ledakan bisa dirasakan hingga radius 30 meter. Wow!
Pelontar granat ini dirancang antara tahun 1986 – 1989 oleh Singapura. Mulai dari rancangan hingga produksi perdana dilakukan oleh Chartered Industries of Singapore (CIS) – sekarang ST Kinetics. CIS AGL 40 resmi diproduksi sejak 1991 hingga kini. Selain memperkuat AB Singapura, senjata ini nyatanya telah diproduksi berdasarkan lisensi oleh Pindad dengan sebutan seri SPG-3. Selain Indonesia, AGL 40 juga digunakan oleh AB Thailand, Uruguay, Sri Lanka, Peru, Filipina, Maroko, Mexico, dan Georgia. Dalam bentuk yang relative serupa, pelontar granat otomatis dengan kaliber 40 mm juga diproduksi oleh negara lain, seperti MK 19 buatan AS, Denel Y3 AGL buatan Afrika Selatan, AGS-17 (kaliber 30 mm) buatan Rusia, dan Heckler & Koch GMG dari Jerman.
Karena unggul dalam mobilitas dan praktis dalam gelar tempur, AGL 40 bisa dibilang ‘laris manis’ digunakan di lingkungan TNI. Satuan elit yang sudah terang-terangan meminang senjata ini adalah Kopassus TNI AD dan Kopaska TNI AL. Kopassus terlihat mengadopsi AGL 40 pada rantis (kendaraan taktis) di jeep Land Rover Defender MRCV, P1 Pakci, Alvis Mamba, Flyer 4×4, dan Casspir MK3. Sementara Kopaska terlihat telah memasang AGL 40 pada X38 Combat Boat. Lain dari itu AGL 40 juga dipasang sebagai pilihan senjata pada panser Anoa 6×6 buatan Pindad dan ranpur sepuh BTR-40. Kesemuanya memperlakukan AGL 40 sebagai senjata portable, yang sewaktu-waktu dapat dilepas.
Meski bisa dioperasikan oleh seorang personel, bobot senjata ini yang mencapai 33 kg menjadikannya harus didudukan dalam platform tripod. Sementara bila di jeep Land Rover Kopassus nampak dipasang pada dudukan rollbar. Di lingkungan Asia Tenggara, AGL 40 telah digunakan dalam kancah pertempuran, diantaranya dioperasikan oleh Marinir Filipina dalam perang anti gerilya. Bagaimana dengan medan operasi di Indonesia? Boleh jadi AGL 40 atau SPG-3 pernah digunakan dalam operasi militer di NAD. (Haryo Adjie Nogo Seno)
Spesifikasi AGL 40
Produksi : Singapura – lisensi oleh Pindad sebagai SPG-3
Kaliber : 40×53 mm
Panjang senjata : 966 mm
Berat : 33 kg
Kecepatan proyektil : 242 meter per detik
Kecepatan tembak : 350 – 500 amunisi per menit
Jarak tembak max : 2.200 meter
Usia laras : 10.000x tembakan
sumber: http://indomiliter.com/ 2013/03/29/ cis-agl-40-pelontar-granat- otomatis-andalan-rantis-tn i/#more-2062
Kelebihan senjata ini tak lain karena pengoperasiannya yang praktis tetapi punya daya hancur yang lumayan dahsyat. Jenis amunisinya pun unik, berbentuk mirip ‘deodorant,’ granet kaliber 40 mm ini juga dapat dilontarkan dalam platform senjata serbu seperti M-16 A1/A2. M-16 biasa ditambahkan pelontar granat M203 single shot weapon yang baru digunakan US Army pada awal 1970. M203 efektif memberikan daya deteren kepada musuh. Serupa dengan M-16, bahkan senapan serbu SS-1juga punya varian SS-1 SPG-1A yang dibekali pelontar granat 40 mm. Baik M-16 dan SS-1 merupakan senapan serbu kaliber 5,6 mm standar TNI.
Kembali ke CIS 40 AGL, pelontar granat otomatis ini punya kemampuan meluncurkan proyetil sejauh 2.200 meter. Dengan pola linked belt, AGL ini dapat memuntahkan antara 350 hingga 500 granat per menit. Bisa kebayang, bagaimana sasaran yang bisa dihancurkan, pastinya sangat luar biasa daya rusaknya. Proyetil granat ini pun meluncur cukup cepat ke target, yakni 242 meter per detik. Karena kinerjanya yang tinggi, dalam operasi pertempuran laras bisa sangat cepat panas. Sesuai petunjuk dari produsennnya, untuk keamanan maka setiap 10.000 kali tembakan laras harus diganti.
Dalam penggunaanya, CIS AGL 40 biasanya memakain cartridge box yang berisi 32 butir amunisi. Dengan Tipe amunisi CIS AGL 40 terbagi dua, yaitu high velocity dan low velocity. Sedangkan untuk hulu ledak tersedia dengan pilihan HE (high explosive), HEDP (high explosive dual purpose), flare, thermobaric, target practice, infra red illumination, dan non lethal. Yang terakhir non lethal bisa difungsikan sepeti granat asap dalam pembubaran demonstrasi. Sementara bicara soal daya hancur, dengan hulu ledak HE dampak ledakan bisa dirasakan hingga radius 30 meter. Wow!
Pelontar granat ini dirancang antara tahun 1986 – 1989 oleh Singapura. Mulai dari rancangan hingga produksi perdana dilakukan oleh Chartered Industries of Singapore (CIS) – sekarang ST Kinetics. CIS AGL 40 resmi diproduksi sejak 1991 hingga kini. Selain memperkuat AB Singapura, senjata ini nyatanya telah diproduksi berdasarkan lisensi oleh Pindad dengan sebutan seri SPG-3. Selain Indonesia, AGL 40 juga digunakan oleh AB Thailand, Uruguay, Sri Lanka, Peru, Filipina, Maroko, Mexico, dan Georgia. Dalam bentuk yang relative serupa, pelontar granat otomatis dengan kaliber 40 mm juga diproduksi oleh negara lain, seperti MK 19 buatan AS, Denel Y3 AGL buatan Afrika Selatan, AGS-17 (kaliber 30 mm) buatan Rusia, dan Heckler & Koch GMG dari Jerman.
Karena unggul dalam mobilitas dan praktis dalam gelar tempur, AGL 40 bisa dibilang ‘laris manis’ digunakan di lingkungan TNI. Satuan elit yang sudah terang-terangan meminang senjata ini adalah Kopassus TNI AD dan Kopaska TNI AL. Kopassus terlihat mengadopsi AGL 40 pada rantis (kendaraan taktis) di jeep Land Rover Defender MRCV, P1 Pakci, Alvis Mamba, Flyer 4×4, dan Casspir MK3. Sementara Kopaska terlihat telah memasang AGL 40 pada X38 Combat Boat. Lain dari itu AGL 40 juga dipasang sebagai pilihan senjata pada panser Anoa 6×6 buatan Pindad dan ranpur sepuh BTR-40. Kesemuanya memperlakukan AGL 40 sebagai senjata portable, yang sewaktu-waktu dapat dilepas.
Meski bisa dioperasikan oleh seorang personel, bobot senjata ini yang mencapai 33 kg menjadikannya harus didudukan dalam platform tripod. Sementara bila di jeep Land Rover Kopassus nampak dipasang pada dudukan rollbar. Di lingkungan Asia Tenggara, AGL 40 telah digunakan dalam kancah pertempuran, diantaranya dioperasikan oleh Marinir Filipina dalam perang anti gerilya. Bagaimana dengan medan operasi di Indonesia? Boleh jadi AGL 40 atau SPG-3 pernah digunakan dalam operasi militer di NAD. (Haryo Adjie Nogo Seno)
Spesifikasi AGL 40
Produksi : Singapura – lisensi oleh Pindad sebagai SPG-3
Kaliber : 40×53 mm
Panjang senjata : 966 mm
Berat : 33 kg
Kecepatan proyektil : 242 meter per detik
Kecepatan tembak : 350 – 500 amunisi per menit
Jarak tembak max : 2.200 meter
Usia laras : 10.000x tembakan
sumber: http://indomiliter.com/
Subscribe to:
Posts (Atom)