emerintah perlu terus mengintensifkan pembicaraan dengan Malaysia, untuk menyelesaikan tapal batas darat dan
"Hal ini guna menghindari munculnya gesekan dan konflik di lapangan terkait dengan pengelolaan dan penguasaan hal-hal yang terkandung dan terdapat di wilayah perbatasan," ujar Helmi Fauzy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/7). Hal ini guna menghindari munculnya gesekan dan konflik di lapangan terkait dengan pengelolaan dan penguasaan hal-hal yang terkandung dan terdapat di wilayah perbatasan. Begitu kata anggota Komisi I DPR Helmi Fauzy.
Terlebih, kata Helmi, saat Komisi I melakukan kunker ke wilayah perbatasan, beberapa patok perbatasan negara mulai ada yang rusak, dan terindikasi mulai bergeser ke dalam. Hal itu akibat kegiatan illegal logging di perbatasan dan menggeser patok batas negara yang ada. "Kami katakan kami sangat khawatir dalam persoalan patok batas negara dengan Malaysia itu. Ada yang tidak jelas dan rusak. Dan kami tengarai hal itu akibat kegiatan illegal logging di perbatasan Kalimantan. Karena, kalau hutannya sudah ditebang, maka patok-patok negara akan mudah digeser juga," jelasnya.
Menurut Helmi, pembahasan batas negara dengan Malaysia, selama ini yang cukup alot dan rumit, ketika sudah menyangkut batas wilayah laut. "Hal ini karena juga terkait dengan batas wilayah perairan dengan Singapura. Sehingga pembicaraan perundingan dilakukan secara hati-hati," ujarnya.
Namun , sikap kehati-hatian dalam pembahasan batas negara itu, kata Helmi, jangan sampai membuat pembahasannya berlarut-larut. Karena, semakin berlarut-larut pembatasan tapal batas negara dengan Malaysia, berpotensi merugikan Indonesia. "Ini mengacu realita di lapangan, adanya patok negara yang hilang, tidak jelas posisinya , sehingga posisinya menjadi bergeser dari titik patok awal."
Menurut Helmi, memang sebaiknya Pemerintah RI membuat perencaanaan dan jadwal waktu penyelesaian batas negara dengan Malaysia. Jika tidak, potensi konflik di perbatasan, akan semakin terbuka lebar. "Tentu kita tidak ingin itu terjadi. Karenanya, Komisi I DPR sejak awal sudah ingatkan pada pemerintah, perlu pembicaraan intensif dengan Malaysia guna selesaikan masalah perbatasan negara ini," tegasnya.
Sebelumnya, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono mengatakan, hingga kini setidaknya masih ada 10 titik daerah rawan konflik di wilayah perbatasan Pulau Kalimantan. Konflik biasanya dipicu batas wilayah negara yang belum disepakati. "Di Kalimantan ada 10 daerah perbatasan. Artinya, di daerah itu masih rawan konflik," ujar Agus usai pembukaan Rapat Kerja ke-5 Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Kamis (18/7) di Jakarta.