Sunday, 18 January 2015

Mengintip Belanja Militer Jokowi


* Minsera.Blogspot.com * - AnalysisPerkuatan militer Indonesia terus berlanjut dan diperkirakan akan lebih seru dari periode sebelumnya. Presiden Jokowi sudah bertekad menjadikan militer Indonesia bergigi dan bertaring dengan melakukan pembelanjaan alutsista. Prediksi nilai belanja itu minimal mencapai US$ 20 milyar mulai tahun ini dan lima tahun ke depan.

Orang dekatnya Andi 
Widjajanto adalah salah satu pemberi semangat Presiden yang menguasai betul seluk beluk pertahanan karena dia memang seorang cendikiawan pertahanan yang menginginkan kekuatan militer kita gahar.


Saat ini kita sedang menunggu kedatangan 
lanjutan berbagai alutsista yang sudah dipesan sebelumnya antara lain jet tempur F16 setara blok 52, MBT Leopard 2, Roket Astross, Artileri Caesar Nexter, Hercules, CN295, Radar dan lain lain. Pembangunan 3 kapal selam Changbogo juga sedang berlangsung saat ini di Korea Selatan. Untuk percepatan target perolehan 8 kapal selam sampai tahun 2020, Indonesia diperkirakan akan mengakuisisi minimal 2 kapal selam jenis lain selain Changbogo.


Dengan visi poros maritim sebagai pemersatu 
pulau-pulau nusantara maka Angkatan Laut dipastikan akan mendapatkan perolehan alutsista kapal perang yang lebih berkualitas. Kita memerlukan lebih banyak kapal perang berkualifikasi fregat atau destroyer, maka prediksi lima tahun ke depan ini akan ada akuisisi 7-8 kapal fregat bekas pakai bersama 2-3 kapal destroyer. 
KRI Krait 827 (KCR 40)

Sementara kapal perang kelas KCR yang sudah mampu dibuat di tanah air akan lebih fokus dengan ukuran 50-60 meter. Untuk lima tahun ke depan tidak sulit membuat 20-25 KCR di beberapa galangan kapal swasta nasional.
 
Marinir
Penambahan kekuatan divisi Marinir menjadi tiga divisi sejalan dengan pemekaran armada tempur laut menjadi tiga armada tentu memerlukan isian alutsista dan komponen pendukungnya. Korps Marinir diperkirakan akan menambah persenjataan kavaleri dan artilerinya dengan penambahan alutsista minimal untuk 2-3 batalyon termasuk peluru kendali anti serangan udara untuk melindungi pangkalan angkatan laut di beberapa tempat.

Bakamla yang dibentuk pertengahan Desember tahun lalu sudah memastikan akan membangun sedikitnya 30 kapal patroli pantai berbagai ukuran untuk memperkuat armada kapal jenis BMI (Buru Maling Ikan). Itu diluar dari hibah 10 kapal patroli non rudal yang dihibahkan dari TNI AL. Dengan begitu dalam lima tahun ke depan sudah tersedia 50-60 kapal penjaga pantai BMI. Yang menggembirakan tentu adalah bahwa 30 kapal patroli BMI yang mau dibuat itu akan ditenderkan kepada galangan kapal swasta nasional di tanah air.

Next Indonesia Fighter


Matra udara diperkirakan akan memperoleh 1 skuadron jet tempur Sukhoi SU35 dan 2
skuadron jet tempur lainnya, bisa dari jenis F16 blok 60, Gripen atau Typhoon. Jet tempur Sukhoi SU35 sangat diperlukan sebagai bagian dari perkuatan Sukhoi Family dan untuk menjawab akuisisi jet tempur siluman F35 dari dua negara tetangga Singapura dan Australia. 

Tidak hanya itu TNI AU akan memperkuat alat pandang dengarnya dengan menggelar radar-radar terbarunya termasuk satuan radar dan rudal yang bersifat mobile Nunukan adalah satu contoh pergelaran satuan radar dan rudal mobile dalam satu paket.

Pembangunan pangkalan militer di Natuna diharapkan akan menjadi home base permanen jet tempur dan kapal perang. TNI AD juga memperkuat pulau besar terluar di Laut Cina Selatan ini dengan menempatkan 1 batalyon infantri permanen, 1 skuadron heli serbu dan kemungkinan tambahan 1 batalyon arhanud. Natuna adalah pertaruhan agar keterjagaan eksistensi teritori tidak diusik dan diremehkan. 


Maka sudah sepantasnya disiapkan lebih dini infrastruktur militer dan berbagai alutsista modern di pulau itu. Yang menarik tentu perkuatan instalasi militer di Natuna membawa nilai gentar bagi Malaysia karena menjadi sekat militer yang bisa
menghalangi jalur logisik Semenanjung dengan Serawak, Sabah jika terjadi konflik
kedua negara.



Modernisasi militer Indonesia yang diamati cermat oleh beberapa negara tetangga, lebih sering dipublikasikan oleh media militer luar negeri termasuk ulasan pengamat militernya. Dalam pandangan kita tentu perkuatan militer itu untuk memastikan jaminan keyakinan kemampuan pada kekuatan militer yang dimiliki, mampu mempertahankan teritori NKRI. Dalam pandangan beberapa jiran tujuan mulia itu tentu diapresiasi tetapi mereka juga memantau ketat pergerakan arah kiblat kekuatan militer Indonesia disamping sejauh mana kekuatan itu berpotensi menjadi ancaman mereka.

Kita berpendapat sesungguhnya 70% kiblat alutsista Indonesia tetap ke Barat sedang
sisanya adalah keinginan mandiri dan menyeimbangkan perolehan alutsista dengan Rusia dan Korea Selatan. Dengan Cina kita berupaya melakukan kerjasama militer, sayangnya negeri semilyar umat itu terlalu berhitung untung rugi. Misalnya dalam transfer teknologi peluru kendali anti kapal C705. Sejauh ini hanya Korea Selatan yang lebih terbuka dalam manajemen kerjasama militer sementara Rusia kelihatannya baru membuka diri, jadi perlu bukti.

Sesungguhnya belanja militer Indonesia saat ini sedang diintip ketat oleh negara produsen alutsista. Banyak yang kembali menawarkan seikat kembang merah dengan janji madu transfer teknologi. Ujian terbesar dari pihak kita sebenarnya adalah mempertahankan nilai istiqomah ToT dan pengutamaan produksi dalam negeri. Kita akan melihat sejauh mana keistiqomahan itu tetap dipegang karena sebelumnya sudah terbangun mekanisme kerjasama alih teknologi. Sementara produksi dalam negeri sudah berjalan bagus seperti Panser Pindad, KCR40, KCR60, Roket Rhan.

Pengembangan alutsista berteknologi produksi dalam negeri pertaruhannya ada di periode ini, misalnya tank Pindad, peluru kendali, kapal perang PKR 10514, kapal selam. Dan itu salah satu sebab mengapa kita perlu mengintip belanja militer Jokowi.